Pentingnya mengontrol cairan pada pasien wet-AMD

“Artikel ilmiah – kompensasi sponsorship PT. Novartis Indonesia”

Neovaskular-AMD merupakan kondisi kronik yang dikarateristikan dengan akumulasi cairan retina dimana kehadiran cairan tersebut merusak struktur dan fungsi retina. Akumulasi cairan adalah perhatian utama dalam progresi nAMD.

Cairan merupakan komponen aktivitas penyakit nAMD. Pada studi CATT (n = 1,105) menunjukan adanya cairan pada pasien nAMD di awal yaitu 82% memiliki cairan melibatkan pusat foveal yang terlihat pada OCT dan 30% memiliki cairan di seluruh kompartemen.1

Semua cairan dianggap patologis seperti bukti aktivitas penyakit pada OCT.2

Image reproduced from Schmidt Erfurth U and Waldstein SM. Prog Ret Eye Res. 2016;50:1-24.

Terdapat 3 jenis cairan patologis pada retina yaitu IRF atau Intraretinal cystoid fluid (contoh: Intraretinal cysts, Intraretinal edema, dan Macular edema), SRF atau Subretinal Fluid (contoh: Serous retinal detachment, Serous macular detachment, Hemorrhagic retinal detachment), dan sub-RPE fluid (contoh: Sub-RPE hemmorrhage, PED, dan Serous PED).2

Cairan merupakan kriteria kunci terapi ulang di seluruh uji klinis penting nAMD seperti pada studi CATT, IVAN, GEFAL, HARBOR, LUCAS, VIEW, TREX AMD, CAN TREAT, dan RIVAL. 

Beberapa pedoman merekomendasikan bahwa keputusan terapi anti-VEGF didasarkan sekitar adanya cairan seperti pada pedoman EURETINA (European Society of Retinal Specialists) dinyatakan bahwa terapi ulang terutama diulang oleh SRF/IRF pada OCT, selain itu pada pedoman RCO (Royal College of Ophthalmologists) dinyatakan bahwa terapi ulang diperlukan jika terdapat aktivitas penyakit yaitu ditandai dengan adanya IRF, SRF, cairan sub RPE atau hemoragik/pendarahan. 

Seluruh cairan retina dianggap patologis. Cairan di bawah retina dan RPE (mis. SRF, cairan sub-RPE) dapat dilihat sebagai tanda awal penyakit aktif. Kebocoran mencapai retina dari kompartemen subretinal, tempat proliferasi koriokapilaris berasal. Cairan di dalam retina (yaitu, IRF) menyebabkan defisiensi fungsional neurosensori yang kemungkinan terkait dengan degenerasi kistik retina dan hilangnya penglihatan setelahnya.3,4,5,6

Dalam urutan kejadian ini, semua cairan retina dianggap sebagai keadaan penyakit dan perlu dikontrol dengan strategi pengobatan yang tepat untuk mencegah kehilangan penglihatan yang ireversibel.

Apa pentingnya IRF pada pasien nAMD? 4,7,8,9

  • Cairan intaretinal dapat terakumulasi dalam ruang yang terdefinisi dengan baik disebut kista intraretinal (IRC).
  • Kehadiran IRF / IRC pada awal dikaitkan dengan dampak negatif pada BCVA.
  • Baik IRF / IRC residual dan baru juga dikaitkan dengan hasil VA yang lebih buruk

Apa pentingnya SRF pada pasien nAMD? 4,8,10,11

Dalam beberapa penelitian, keberadaan SRF di awal dan SRF residual dikaitkan dengan hasil visual yang lebih baik atau stabil. Data lain menunjukkan bahwa kekambuhan SRF selama fase pemeliharaan bisa berdampak negatif pada fungsi visual. 

Penting untuk dicatat bahwa pasien dalam studi di mana SRF ditoleransi masih dipantau dan dirawat secara seperlunya untuk mencegah hilangnya penglihatan.

Apa pentingnya cairan sub-RPE pada pasien nAMD? 12, 13

Penumpukan cairan atau darah antara RPE dan membran Bruch dapat menyebabkan pelepasan epitel pigmen (PED). Hanya sejumlah kecil penelitian yang meneliti pentingnya cairan sub-RPE dalam perkembangan nAMD. Namun, data menunjukkan bahwa perubahan dalam ruang sub-RPE bisa menjadi indikator awal penyakit aktif yang berulang. 

Praktik klinis terbaik saat ini menyatakan bahwa cairan pada OCT adalah indikasi penyakit aktif, dan mengendalikan cairan adalah kunci untuk pengobatan nAMD yang efektif dan mempertahankan dan meningkatkan penglihatan.

Cairan yang tidak terselesaikan dapat menyebabkan memburuknya penglihatan dan data uji klinis menunjukkan bahwa beberapa kekambuhan penyakit eksudatif dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang ireversibel.

Referensi:

  1. Ying G., et al. Ophthalmology. 2013;120:122-129)
  2. Busbee BG, et al. Ophthalmology. 2013;120:1046-1056)
  3. Schmidt-Erfurth U & Waldstein SM. Prog Retin Eye Res. 2016;50:1-24;
  4. Waldstein SM, et al. Ophthalmology. 2016;123:1521-1529; 
  5. Schmidt-Erfurth U, et al. Ophthalmology. 2015;122:822-32; 
  6. Image reproduced from Rashno A et al. 2017. PLoS ONE 12(10): e0186949
  7. Ritter M, et al. Br J Ophthalmol. 2014 Dec;98(12):1629-35.
  8. Sharma S, et al. Ophthalmology 2016;123:865–75. 
  9. Image reproduced with permission  from Schmidt Erfurth U and Waldstein SM. Prog Ret Eye Res. 2016;50:1-24
  10. Regillo CD, et al. Am J Ophthalmol. 2015;160:1014-1023. 
  11. Wickremasinghe SS, et al Retina. 2016 Jul;36(7):1331-9
  12. Zayit-Soudry S, et al. Surv Ophthalmol. 2007;52:227-243; 
  13. Sasaki M, et al. PLoS ONE. 2017;12:e0186955

Untuk mengakses materi seputar retina lainnya, Dokter dapat mengunjungi website Medhub kami dari PT Novartis Indonesia, sebagai berikut: